Senin, 17 November 2014

Perubahan Kualitas Hidup dan Kapasitas Fungsional Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis setelah Rehabilitasi Paru

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBfTx9VHZjMrDaU_81yAAJ0aMXA5_Bomg289ZbSZqiYhdrHYLY2EMc1XlNMR0XHUGcjEPc9YoKUxMSbh93f1f3AzVLSru_sLf80M27j69GI0hUmcNk7Znb_ljvh-VWkbU2_UiYzmBGnJE/s1600/Logo+IDI.png 
 
Ikalius*, Faisal Yunus*, Soeradi**, Noer Rachma***

*Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI/RS Persahabatan, Jakarta,
**Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/RSUD Dr. Moewardi,Surakarta,
***Bagian Rehabilitasi Medik FK UNS /RSUD Dr. Moewardi, Surakarta 
 
ABSTRACT

Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) mengalami penurunan kapasitas dan kualitas hidup, peningkatan biaya hidup serta ketidakmampuan fisik. Salah satu program yang dapat membuat pasien PPOK menjadi lebih baik adalah rehabilitasi paru. Tujuan penelitian ini untuk menilai manfaat rehabilitasi paru pada pasien PPOK. Penelitian bersifat prospektif membandingkan kelompok perlakuan dan kontrol. Kelompok perlakuan mendapat program rehabilitasi paru selama 8 minggu, fisioterapi dada dan latihan dengan sepeda statis 3 kali seminggu selama 8 minggu. Pengukuran kualitas hidup dengan St George’s Respiratory Questionnaire (SGRQ) sedangkan kapasitas fungsional diukur dengan uji jalan 6 menit. Kelompok perlakuan sebanyak 21 dan kelompok kontrol 22 pasien. Nilai SGRQ total pada kelompok perlakuan menurun secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol yaitu - 21,8 (9,1)% berbanding 0,9 (2,7)% (p< 0.005). Uji jalan 6 menit pada kelompok perlakuan meningkat 55 (26,6) m dengan median 47 m dibandingkan pada kelompok kontrol hanya 3,4 (15,2) m dengan median 9 m secara statistik berbeda bermakna (p<0.05). Disimpulkan program rehabilitasi paru 3 kali seminggu selama 8 minggu meningkatkan kualitas hidup dan kapasitas fungsional pasien PPOK.
 
Full text dapat di download di sini
 
 

Effects of Repetitive Shortwave Diathermy for Reducing Synovitis in Patients With Knee Osteoarthritis: An Ultrasonographic Study

 
Mei-Hwa Jan, Huei-Ming Chai, Chung-Li Wang, Yeong-Fwu Lin and Li-Ying Tsai.
PHYS THER. 2006; 86:236-244.

ABSTRACT

Background and Purpose. Shortwave (SW) diathermy can be used to improve vascular circulation and reduce inflammation and pain for patients with osteoarthritis. However, reduction in synovial inflammation has never been explored. The purpose of this study was to investigate whether repetitive SW diathermy, using ultrasonographic examination, could reduce synovitis in patients with knee osteoarthritis.

Subjects and Methods. Thirty subjects with 44 osteoarthritic knees participated in this study. Eleven subjects received SW, and 10 subjects received SW and nonsteroidal anti-inflammatory drugs. Nine subjects received no treatment and served as a control group. Synovial sac thickness superior, medial, and lateral to the patella was measured using ultrasonography. The sum of these 3 measurements was taken as the total synovial sac thickness. Subjects in the treatment groups underwent ultrasonographic examination before and after 10, 20, and 30 treatments, whereas control subjects underwent ultrasonographic examination before the experiment and then once every 2 or 3 weeks for a total of 3 follow-up measurements.

Results. After 10 SW diathermy treatments, the total synovial sac thickness in both treatment groups was significantly less than the initial thickness, and the synovial sac continued to become significantly thinner with 20 sessions of treatment. These observations were not made in the control subjects.

Discussion and Conclusion. The results indicate that SW diathermy in patients with knee osteoarthritis can significantly reduce both synovial thickness and knee pain. Such reductions of synovial sac thickness and pain index continue over treatment sessions.

Full text dapat di download di sini

Minggu, 16 November 2014

Pemeriksaan Low Back Pain

 oleh 
Yulianto Wahyono, Dipl. Pt, M.Kes
Master Fisioterapi Indonesia


Nyeri bersifat sangat subjektif serta mempunyai manifestasi yang unik untuk masing-masing individu. Nyeri merupakan pengalaman yang kompleks yang melibatkan beberapa dimensi, yaitu : 
  1. Dimensi fisiologis, meliputi lokasi, onzet, durasi, etiologi dan syndrome,
  2. Dimensi sensoris yang meliputi intensitas, kualitas dan pola nyeri,
  3. Dimensi afektif yang meliputi suasana hati, ketidaknyamanan, depresi dan kesejahteraan, 
  4. Dimensi kognitif meliputi pengertian nyeri, pandangan diri terhadap nyeri, strategi dan kemampuan menanggulangi nyeri, perilaku dan keyakinan serta faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri itu sendiri, 
  5. Dimensi behavioural yang meliputi komunikasi, interaksi interpersonal, aktifitas fisik, 
  6. Dimensi sosiokultural dan etnokultural yang meliputi kehidupan keluarga dan sosial, responsibility di rumah dan di tempat kerja, rekreasi dan leisure, faktor lingkungan dan pengeruh sosial.
Dikarenakan demikian kompleksnya penyebab dan akibat nyeri, maka dalam konsep pemeriksaan nyeri pendekatan “SOAP” (Subjective, Objective, Assesment, Plan) merupakan acuan yang cukup bisa dipertanggung jawabkan. Aspek subjective didapat melalui penggalian riwayat keluhan pasien, aspek objective didapat melalui observasi dan aspek assesment. Ketiga aspek tersebut tentunya melalui perencanaan yang matang sehingga dalam pelaksanaan pemeriksaan kemungkinan terjadinya penyimpangan data dapat diminimalkan.

I. JENIS PEMERIKSAAN
  A. Riwayat Pasien

sumber gambar : http://www.movebetterfeelbetterplaybetter.com
  • Berapa usia pasien ?
Kasus yang berbeda terkadang mengenai usia yang berbeda, misalnya problem discus biasanya mengenai usia antara 15 s/d 40 th. Ankylosing spondylitis biasanya mengenai usia antara 18 s/d 45 th. Osteoarthritis dan spondylosis lebih banyak mengenai usia > 45 th. (Magge, D.J., 2000)
  • Apa pekerjaan pasien ?
Nyeri punggung bawah lebih banyak mengenai orang yang pekerjaannya mengakibatkan terjadinya stressor pada punggung bawahnya sebagai contoh sopir truck (adanya vibrasi) mempunyai insiden yang tinggi, demikian pula juru ketik (tekanan statis yang lama) (Waddel, G, 1993). Perlu pula ditanyakan seberapa aktif pasien di tempat kerja ? (misalnya: full time, paruh waktu, tidak masuk kerja karena back pain dll.).
  • Jenis kelamin pasien
Nyeri punggung bawah lebih banyak mengenai wanita, untuk itu perlu ditanyakan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan menstruasi. Misalnya, pola nyerinya, keteraturan mensesnya dan adanya oedem pada abdomen atau mammae. Ankylosing spondylitis lebih banyak mengenai lelaki (Magge, D.J., 2000).
  • Bagaimana mekanisme terjadinya injury ?
Nyeri punggung bawah banyak disebabkan saat mengangkat benda berat. Hal itu disebabkan karena gaya mendesak vertebrae lumbalis atau discus. Sebagai contoh seorang lelaki dengan BB 77 kg. mengangkat benda 91 kg. setinggi 36 cm pada posisi membungkuk 900 dengan kedua tungkai sejajar,  menghasilkan gaya tekan pada discus sebesar 940 kg (gaya yang menekan discus sekitar 10 kali berat benda yang diangkat). Apabila posisi vertebrae lumbal tidak baik maka gaya tersebut dapat terfokus pada satu titik. Bila posisi membungkuk 1300 dari lantai beban pada discus berkurang hingga 50 %. Penggunaan lengan sebagai penyangga juga dapat mengurangi beban pada discus. Jika satu tungkai di depan, beban pada discus berkurang sekitar 35 %. Beban pada lelaki 15 % s/d 20 % lebih tinggi dibanding pada wanita (Nachemson, A. and C. Elfstrom, 1970).
  • Sudah berapa lama problem mengganggu pasien?
Nyeri punggung bawah akut sekitar 3 s/d 4 minggu pertama. Sub-akut 4 s/d 12 minggu, kronis > 12 minggu. Waddell, G. (1993) membuat garis besar prediksi kronisitas nyeri punggung bawah (yellow flags) sbb.:

Prediksi kronisitas LBP pada 6 – 8 minggu pertama (“Yellow Flags”):
  1. Nyeri menjalar
  2. Terdapat riwayat nyeri hebat saat stadium akut
  3. Nyeri berhubungan dengan kerja
  4. Psychologic distress
  5. Psychologic aspects of work
  6. Kompensasi
  • Dimana letak nyerinya ?
Dapatkah pasien melokalisir letak nyerinya atau nyeri terasa general ? Semakin spesifik letak nyerinya, semakin mudah untuk melokalisir area patologisnya. Nyeri unilateral tanpa disertai referral pain di tungkai bawah kemungkinan disebabkan injury pada otot (strain) atau ligamen (sprain), facet joint atau pada sendi sacro-iliac. Hal itu disebut mechanical low back pain atau lumbago.

Nyeri yang disebabkan karena cidera otot atau ligamen berakibat penurunan kemampuan gerak dan peningkatan nyeri saat bergerak. Bila letak cidera pada facet joint, LGS biasanya normal (hanya kesulitan saat awal bergerak) tetapi nyeri akan bertambah saat pengulangan gerak. Cidera pada sendi sacroiliaca, nyeri bertambah saat doprovokasi (stress test). Cidera minor pada discus (protruksi) nyeri terasa bilateral.

Tanda-tanda mechanical low back pain:
  1. Nyeri biasanya ada siklusnya.
  2. Terkadang LBP menjalar ke pantat / paha
  3. Terkadang ada morning stiffness atau nyeri
  4. Saat mulai bergerak, nyeri timbul
  5. Nyeri timbul saat gerak fleksi atau kembali ke posisi tegak
  6. Nyeri terkadang bertambah hebat bila bergerak ekstensi, side fleksi, rotasi, berdiri, berjalan atau duduk.
  7. Nyeri biasanya datang setelah beraktifitas sepanjang hari.
  8. Nyeri berkurang bila berubah posisi
  9. Nyeri berkurang bila berbaring, terutama tengkurap.
  • Adakah radiasi nyeri ?
Problem pada discus sekitar 5 % dari LBP dan mesti disertai neurological pain pada bawah lutut (Hall, A., 1992). Dengan demikian akan terdapat nyeri pada punggung bawah dan tungkai, yang mana nyeri pada tungkai lebih dominan (Waddell, G., 1993). Nyeri menjalar pada tungkai homolateral biasanya dikarenakan problem discus L-4, sedangkan nyeri menjalar pada posterior kaki disebabkan cidera pada discus L-5 bila terdapat riwayat injury discus. Nyeri menjalar pada bawah lutut dapat dipastikan lesinya adalah pada discus, tetapi nyeri terpusat pada pantat dapat pula disebabkan karena injury minor pada meniscus. Nyeri regio lumbar dan sacroiliac cenderung menjalar ke pantat dan posterior tungkai. Nyeri pada hip cenderung menjalar ke pangkal paha dan  anterior paha serta terkadang sampai  ke bagian medial lutut.

Nyeri pada lumbal dapat pula disebabkan referred dari area lain, misalnya tumor pada pancreas dan apendixitis.
  • Apakah nyeri terasa di dalam? Superficial? Menyengat seperti terbakar?
Pertanyaan tentang letak dan type nyeri tersebut terkadang membantu untuk melokalisir struktur yang cidera. Pada cidera discus letak nyeri adalah di dalam dan sifat nyeri biasanya menyengat. Sedangkan cidera otot / ligamen bisa di dalam atau superficial dengan sifat nyeri yang tidak menyengat.
  • Apakah nyeri membaik?  Bertambah buruk? Atau tetap sama?
Pertanyaan tersebut berguna untuk memprediksi apakah kondisinya masih akut atau pada fase penyembuhan
  • Apakah terjadi peningkatan nyeri saat batuk? Bersin? Deep breathing? Tertawa?
Bila nyeri bertambah untuk aktifitas tersebut di atas menandakan bahwa letak problem pada vertebrae lumbal dan mengenai jaringan syaraf.
  • Adakah sikap atau aktifitas khusus yang dapat meningkatkan nyeri atau menurunkan nyeri?
Apabila saat duduk nyeri bertambah, maka gerak fleksi pasti juga bertambah nyeri. Sehingga aktifitas mengangkat, memutar dan menekuk vertebrae berakibat nyeri bertambah pula, serta disertai terjadinya nyeri menjalar hingga bawah lutut. Hal itu menunjukkan letak cideranya adalah discus.

Bila saat berdiri nyeri bertambah, maka gerak ekstensi juga berakibat nyeri bertambah. Bila saat berjala nyeri bertambah maka gerak ekstensi  juga meningkatkan nyeri. Bila berbaring (terutama tengkurap) nyeri bertambah, berarti ekstensi juga meningkatkan nyeri. Bila tengkurap meningkatkan nyeri kemungkinan  LBP neurogenic atau lesi intervertebrae misalnya karena infeksi, oedem atau tumor.
  • Apakah nyeri memburuk saat pagi atau sore hari?
Stiffness atau nyeri setelah istirahat (bangun tidur) kemungkinan diindikai ankylosing spondylitis atau osteoarthritis, yang mana akan berkurang setelah digunakan untuk aktifitas. Sedangkan nyeri yang memburuk pada sore hari kemungkinan ketegangan otot atau cidera minor pada discus.
  • Adakah paraesthesia atau anesthesia?
Penurunan kemampuan sensasi menandakan adanya penekanan pada akar syaraf. Pada orang dewasa medulla spinalis berakhir pada pangkal VL-1 yang selanjutnya menyebar menjadi corda equina sehingga sangat mudah terkena desakan discus intervertebralis.
  • Apakah pasien mengalami kelemahan otot?
Kelemahan otot dapat terjadi karena injury pada otot itu sendiri atau syaraf yang menginervasinya.
  • Apakah pasien mengalami gangguan BAB / BAK?
Bila ya perlu lebih waspada karena cidera tidak hanya di vertebrae lumbalis, kemungkinan karena kasus yang lain misalnya myelopathy, caudo equina syndrome, tabes dorsalis atau tumor. Kasus-kasus tersebut mengakibatkan spinal stenosis dengan LBP minimal atau tanpa LBP yang menyebabkan total urinary retention atau partial retention.
  • Apakah pasien menggunakan obat-obatan? 
Penggunaan therapy steroid jangka panjang dapat mengakibatkan osteoporosis. Pasien yang mengkonsumsi analgesik sebelum pemeriksaan dapat menghasilkan kualitas nyeri yang palsu (nyeri sudah turun akibat pengaruh analgesik.
  • Apakah pasien mengalami penurunan kemampuan aktifitas sehari-hari / leisure?
LBP seringkali membatasi gerak dan aktifitas pasien.

B. Observasi
  • Type Tubuh
Apakah pasien termasuk type ectomorphic yang ditandai dengan tubuh besar (tebal) yang merupakan hasil dari tumbuh kembang ectoderm sejak embryonal, mesomorphic yang ditandai dengan tubuh berotot yang merupakan hasil tumbuh kembang mesoderm, atau endomorphic yang ditandai dengan tubuh gemuk berlemak yang merupakan hasil tumbuh kembang dari endoderm.
  • Evaluasi Gait
Apakah pasien berjalan dengan pola jalan yang normal? Adakah fase-fase berjalan yang hilang? Pada LBP seringkali menyebabkan hilangnya fase trunk glide.
  • Total Spinal Posture
Posture pasien diobservasi pada posisi berdiri. Observasi dilakukan dari depan, belakang dan samping. Dilihat apakah ada perubahan posture (lordosis, khyposis, scoliosis dan ketinggian bahu serta ketinggian pelvic). Perbedaan ketinggian pelvic (crista iliaca kanan-kiri) menunjukan adanya perbedaan panjang tungkai fungsional yang kemungkinan disebabkan perbedaan panjang tungkai atau perubahan mekanis (misalnya satu kaki pronasi).

Tabel 1.1 Functional limb length difference

Sendi Functional lengthening Functional shorthening
Kaki Supinasi Pronasi
Lutut Ektensi Fleksi
Panggul Lebih rendah Ekstensi
Eksorotasi
Lebih tinggi Fleksi
Endorotasi
Sacroiliaca Anterior rotasi Posterior rotasi

Sumber: Wallace, L.A., Lower Quarter Pain: Mechanical
Evaluation and Treatment, dalam Grieve, G.P., Modern
Manual therapy of The Vertebrae Collumn, Churchill Livingstone,
Edinburgh, 1986.
  • Skin Markings
Adanya seikat rambut tumbuh disekitar punggung terkadang indikasi adanya spina bifida.
  • Step Deformity 
Adanya step deformity (sesuatu yang menonjol seperti pijakan) pada vertebrae lumbal kemungkinan indikasi adanya spondylolithesis. Tonjolan bisa terjadi karena procc. spinosus vertebrae lebih menonjol atau bergeser ke depan.

C. Pemeriksaan Gerak
  • Pemeriksaan Gerak Aktif dan Pasif
Posisi pasien berdiri, terapis memperhatikan gerakan yang dilakukan pasien dan mengamati kesulitan gerak pasien. Pasien diminta menggerakan badannya membungkuk dengan tangan lepas, gerak ke belakang dengan kedua tangan berkacak pinggang, menggerakkan badan ke samping kanan dan kiri (dengan tangan lepas) dan memutar badannya  ke kanan-kiri (kedua tangan menyilang dada). Amati apakah pasien mengeluh nyeri pada akhir gerak?, jika problemnya adalah mechanical maka akan didapati adanya nyeri pada akhir gerak untuk satu atau beberapa gerakan. Selain itu juga diamati apakah terjadi keterbatasan gerak yang kemungkinan disebabkan nyeri, spasme, stiffness atau blocking.

Jika pasien mampu bergerak full ROM tanpa disertai nyeri, berikan tekanan pasif secara ekstra hati-hati (untuk meneruskan dengan pemeriksaan gerak pasif sekaligus untuk mengetahui endfeel, endfeel normal untuk vertebrae lumbalis ke segala arah adalah lunak / shoft ). Jika saat diberi tekanan pasif pasien mengeluh adanya peningkatan gejala, pasien diminta mempertahankan posisi tersebut untuk bebarapa saat (sekitar 10 – 20 detik) untuk mengetahui seberapa besar gejala meningkat.

Lingkup gerak aktif Vertebrae lumbalis:
- Fleksi  400 – 600
- Ekstensi  200 – 350
- Lateral fleksi  150 – 200
- Rotasi  30 – 180

Pada keadaan injury discus yang berat akan mengakibatkan keterbatasan gerak. Pada degenerasi discus, akan terjadi peningkatan gerak intersegmental. Menurut Kirkaldy-Willis (dikutip dari Magee, 2000) perubahan degenerasi discus dibagi menjadi 3 tahap, yaitu : (1) tahap dysfunctional,  (2) tahap unstable dan (3) tahap stable. Pada tahap dysfunctional dan unstable terjadi peningkatan gerak intersegmental. Saat gerak fleksi, rotasi dan lateral fleksi dan kemudian akan menurun saat pada tahap stabil. Pada tahap unstable seringkali terdapat instability jog terutama saat bergerak fleksi, dari fleksi ke posisi semula atau lateral fleksi. Instability jog adalah gerak kejut dari otot selama gerak aktif.

Selama pemeriksaan gerak aktif (terutama gerak fleksi / ekstensi) perlu diperhatikan ada tidaknya painful arc. Painful arc merujuk adanya gangguan neurologis atau instabilitas.
  • Pemeriksaan Gerak Resisted Isometrik
Pemeriksaan gerak resisted isometrik ditujukan untuk mengetahui kekuatan otot-otot lumbar sekaligus ada tidaknya nyeri pada otot. Pemeriksaan meliputi kontraksi isometrik ke arah fleksi-ekstensi, lateral fleksi dan rotasi.
Tabel 1.2 Otot-otot Penggerak Vertebrae Lumbalis 

Gerakan Otot yang bekerja Innervasi
Fleksi
  1. Psoas major
  2. Rectus abdominis
  3. External abdominal oblique
  4. Internal abdominal oblique
  5. Transversus abdominis
  6. Intertransversarii
L1– L3
T6 – T12
T7 – T12
T7 – L1
T7 – L1
L1 – L5
Ekstensi
  1. Latissimus dorsi

  1. Erector spine iliocostalis lumborum
  2. Erector spine longissimus thoracis
  3. Transversospinalis
  4. Interspinalis
  5. Quadratus lumborum
  6. Multifidus
  7. Rotatores
  8. Gluteus maximus
Thoracodorsal (C6 – C8)


L1 – L3
L1 – L3
L1 – L3
L1 – L5
L1 – L5
T12 – L4
L1 – L5
L1- L5
Lateral fleksi
  1. Latissimus dorsi

  1. Erector spine iliocostalis lumborum
  2. Erector spine longissimus thoracis
  3. Transversalis
  4. Intertransversarii
  5. Quadratus lumborum
  6. Psoas major
  7. External abdominal oblique
Thoracodorsal (C6 – C8)


L1 – L3
L1 – L3
L1 – L5
L1 – L5
T12 – L4
L1 – L3
T7 – T12
Rotasi
  1. Transversalia
  2. Rotatores
  3. Multifidus
L1 –L5
L1 –L5
L1 –L5
Sumber: Magge, D.J., 2000, Orthopedic Physical Assessment, Edisi 4,  W.B. Saunders Co., Philadelphia.

D. Pemeriksaan Khusus
  • Pemeriksaan Derajat Nyeri
 Alat ukur : Visual analog scale (VAS) 
Pada garis di bawah ini, tolong gambarkan “keadaan nyeri” saudara hari ini 

  • Pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi Vertebrae Lumbalis 
 1. ISOM
Tabel 1.3 Pengukuran LGS Vertebrae Lumbalis

Bidang Gerak LGS Posisi Pasien NZSP Goniometer
T Statis T Dinamis
S 20/35-0-40/60 Berdiri Posisi anatomis Paralel thd axis longt. Trunk (skt 3 jari di bawah crista iliaca Paralel garis tengah axilla
F 15/20-0-15/20 Berdiri Posisi anatomis Paralel thd axis longt. Trunk (L5-S1) Garis L5-C7
R 45-0-45 duduk Posisis anatomis Garis frontal melewati SIAS Paralel garis bahu ka-ki
Sumber: Russe, A.O. and Gerhardt, J.J., 1975, ISOM International SFTR Method of Measuring and Recording Joint Motion, Hans Huber Publisher, Stuttgart.

2. LGS Fungsional

Alat ukur mid-line (meteran kain)

Cara pengkuran fungsional membungkuk:
Posisi awal berdiri tegak, ukur jarak antara procc. spinosus S1 – T12, kemudian pasien diminta membungkukkan badan sejauh mungkin dan ukur kembali jarak antara procc. spinosus S1 – T12 . dalam keadaan normal jaraknya sekitar 7 – 8 cm.
  • Pemeriksaan Ketahanan Otot
1. Dynamic Abdominal Endurance Test

Tes ini digunakan untuk mengetahui ketahanan otot abdominal.

Posisi pasien: Telentang hip 450 , knee 900 kedua lengan di samping badan, dibuat garis di sebelah distal jari tengah sejauh 8 cm (untuk pasien > 40 th.) atau 12 cm (untuk pasien < 40 th).

Gerakan: Angkat kepala dan punggung atas kemudian raih garis yang dibuat tadi dengan ujung jari.
Pengulangan: 25 x / menit
Intepretasi : bila pasien mampu (tanpa kelelahan) berarti normal

2. Dynamic Extensor Endurance Test

Tes ini digunakan untuk mengetahui ketahanan otot iliocostalis lumborum (erector spine dan multifidus).

Posisi pasien: Tengkurap hip dan knee lurus serta distabilkan dengan sabuk. Kedua lengan menyilang dada.
Gerakan: Angkat kepala dan punggung atas
Pengulangan: 25 x / menit
Intepretasi : bila pasien mampu (tanpa kelelahan) berarti normal
  • Pemeriksaan Kekuatan Otot
1. Isometric Abdominal Test

Tes ini digunakan untuk mengetahui kekuatan otot abdominal.

Posisi pasien: Telentang hip 450 , knee 900 
Gerakan: Angkat kepala dan punggung atas , tahan selama mungkin. 
Intepretasi: 
Normal (5), bila mampu mengangkat dengan kedua tangan di belakang leher, scapula terangkat penuh dan menahan posisi tersebut selama 20 – 30 detik.
Good (4), bila mampu mengangkat dengan kedua tangan menyilang dada, scapula terangkat penuh dan menahan posisi tersebut selama 15 – 20 detik.
Fair (3), bila mampu mengangkat dengan kedua tangan lurus di samping badan, scapula terangkat penuh dan menahan posisi tersebut selama 10 – 15 detik.
Poor (2), bila mampu mengangkat dengan kedua tangan lurus di samping badan, bagian atas scapula terangkat dan menahan posisi tersebut selama 1 – 10 detik.
Trace (1), bila hanya mampu mengangkat kepala saja.

2. Isometric Extensor Test

Tes ini digunakan untuk mengetahui kekuatan otot iliocostalis lumborum (erector spine dan multifidus).

Posisi pasien: Tengkurap hip dan knee lurus serta distabilkan dengan sabuk.
Gerakan: Angkat kepala dan punggung atas , tahan selama mungkin.
Intepretasi: 
Normal (5), bila mampu mengangkat kepala, dada dan costa serta ekstensi lumbar dengan kedua tangan di belakang leher, dan menahan posisi tersebut selama 20 – 30 detik.
Good (4), bila mampu mengangkat kepala, dada dan costa serta ekstensi lumbar dengan kedua tangan di samping badan, penuh dan menahan posisi tersebut selama 15 – 20 detik.
Fair (3), bila mampu mengangkat kepala dan sternum, ekstensi lumbar dengan kedua tangan lurus di samping badan, serta menahan posisi tersebut selama 10 – 15 detik.
Poor (2), bila mampu mengangkat kepala dengan kedua tangan lurus di samping badan, serta menahan posisi tersebut selama 1 – 10 detik.
Trace (1), bila hanya mampu mengkontraksikan ototnya tanpa diserta gerakan.

3. Double Straight Leg lowering
Tes ini digunakan untuk mengetes otot abdominal, dan hanya dilakukan bila Dynamic Abdominal Endurance Test atau Isometric Abdominal Test hasilnya normal.

Posisi pasien: Telentang kedua hip fleksi 900 dan kemudian luruskan lutut.
Gerakan: Turunkan kedua tungkai secara perlahan tanpa menahan nafas.
Intepretasi: 
Normal (5), bila mampu menahan pelvic pada posisi netral dan menurunkan kedua tungkai hingga 00 – 150 dari bed.
Good (4), bila mampu menahan pelvic pada posisi netral dan menahan pelvic pada posisi netral dan menurunkan kedua tungkai hingga 160 – 450 dari bed.
Fair (3), bila mampu menahan pelvic pada posisi netral dan menurunkan kedua tungkai hingga 460 – 750 dari bed.
Poor (2), bila mampu menahan pelvic pada posisi netral dan menurunkan kedua tungkai hingga 750 – 900 dari bed.
Trace (4), bila tidak mampu menahan pelvis pada posisi netral 

4. Internal-external Abdominal Obliques Test

Tes ini digunakan untuk mengetes otot abdominal internus satu sisi dan otot abdominal externus sisi yang lain secara bersamaan.

Posisi pasien: Telentang kedua tungkai lurus, lengan di samping badan.
Gerakan: Angkat kepala dan bahu (fleksi vertebrae lumbalis) serta putar (rotasi vertebrae lumbalis) ke satu sisi, kedua tangan di belakang kepala / menyilang dada / tangan heterolateral meraih tangan homo lateral. Tahan posisi akhir tersebut semampu mungkin.
Intepretasi: 
Normal (5), bila mampu fleksi dan rotasi vertebrae lumbalis dengan tangan di belakang kepala dan menahannya selama 20 – 30 detik.
Good (4), bila mampu fleksi dan rotasi vertebrae lumbalis dengan kedua tangan menyilang dada dan menahan posisi tersebut selama 15 – 20 detik.
Fair (3), bila mampu fleksi dan rotasi vertebrae lumbalis dengan tangan heterolateral meraih tangan homo lateral dan menahan posisi tersebut selama 10 – 15 detik.
Poor (2), bila tidak mampu fleksi dan rotasi vertebrae lumbalis
Trace (1), bila hanya mampu kontraksi tanpa terjadi gerak fleksi dan rotasi vertebrae lumbalis
Zero (0), bila tidak ada kontraksi otot.

5. Dynamic Horizontal Side Support Test

Tes ini digunakan untuk mengetes otot quadratus lumborum

Posisi pasien: Berbaring miring pada sisi heterolateral dengan badan bagian atas disangga siku.
Gerakan: Angkat pelvis dan luruskan vertebrae. Tahan posisi akhir tersebut semampu mungkin.
Intepretasi: 
Normal (5), bila mampu mengangkat pelvis dan meluruskan vertebrae serta menahannya selama 10 – 20 detik.
Good (4), bila mampu mengangkat pelvis namun kesulitan meluruskan vertebrae, mampu menahan posisi tersebut selama 5 – 10 detik.
Fair (3), bila mampu mengangkat pelvis namun tidak mampu meluruskan vertebrae, mampu menahan posisi tersebut selama < 5 detik.
Poor (2), bila tidak mampu mengangkat pelvis.

6. Dynamic Horizontal Side Support Test

Tes ini digunakan untuk mengetes otot rotator lumbar dan multifidus untuk menstabilkan vertebrae selama ekstremitas bergerak dinamis.

Posisi pasien: Merangkak dengan vertebrae – pelvis lurus..
Gerakan: 
a. Angkat satu lengan lurus dan tahan.
b. Angkat satu tungkai lurus dan tahan.
c. Angkat satu lengan dan tungkai heterolateral lurus serta tahan.
Intepretasi: 
Normal (5), bila mampu mengangkat satu lengan dan tungkai heterolateral lurus serta menahannya selama 20 – 30 detik.
Good (4), bila mampu mempertahankan posisi pelvis saat mengangkat satu tungkai lurus serta mampu menahan posisi tersebut selama 20 detik.
Fair (3), bila mampu mempertahankan posisi pelvis saat mengangkat satu lengan lurus serta mampu menahan posisi tersebut selama 20 detik Jika hasil test isokenetik menunjukkan bahwa otot ekstensor lebih kuat dibanding fleksor, berarti:
    • Pada saat fleksi lelaki menghasilkan gaya sekitar 65 % BB, sedangkan pada wanita sekitar 65 % – 70 % BB
    • Pada saat ekstensi lelaki menghasilkan gaya sekitar 90 % – 95 % BB, sedangkan pada wanita sekitar 80 % – 95 % BB
    • Pada saat rotasi lelaki menghasilkan gaya sekitar 55 % – 65 % BB, sedangkan pada wanita sekitar 40 % – 55 % BB
Poor (2), tidak mampu mempertahankan pelvis saat mengangkat satu lengan lurus. 
  • Sacral fixation test (Gillet’s test)
Tes ini digunakan untuk mengetahui apakah ada bloking pada sendi sacroiliaca

Posisi pasien: Berdiri tegak, terapis mempalpasi SIPS kanan kiri dengan ibu jari.
Gerakan: Fleksikan hip secara penuh, terapis merasakan apakah SIPS sisi yang sama drops (berarti normal) atau elevasi (yang berarti sendi sacroiliaca terkunci. Ulangi prosedur tersebut untuk SIPS sisi satunya.
  • Lumbar Root Syndromes
Tabel 1.4 Lumbar Root Syndromes

  • Tes untuk Gangguan Neurologis (Neurodynamic Test) 
1. Shamp Test 

Posisi awal : Duduk tegak 
Gerakan: 
(1). Terapis mempertahankan kepala pasien pada posisi netral, pasien diminta mengendorkan punggungnya (fleksi lumbal), 
(2) kemudian beri tekanan (kompresi) pada bahu kanan kiri untuk mempertahankan posisi fleksi lumbal, 
(3) selanjutnya pasien diminta menggerakkan fleksi leher dan kepala sejauh mungkin, 
(4) kemudian terapis mempertahankan posisi maksimal fleksi vertebrae tersebut dengan memberi tekanan pada kepala bagian belakang, 
(5) terapis menahan kaki pasien pada maksimal dorsi fleksi, pasien diminta meluruskan lututnya dan pasien diminta meluruskan (ekstensi) lututnya, 
(6) jika pasien tidak mampu meluruskan lututnya (karena nyeri), tekanan pada kepala dipindah ke bahu kanan kiri.

Intepretasi: Bila saat tekanan pada kepala dipindah ke bahu pasien, mampu menambah gerakan ekstensi lutut atau nyeri berkurang, berarti tes positif.

2. Sitting Root Test
Tes ini merupakan modifikasi dari slump test

Posisi awal : Pasien duduk dengan hip fleksi 900, leher fleksi
Gerakan: Aktif ekstensi lutut
Intepretasi: Bila nyeri terasa di pantat, paha belakang dan betis berarti terdapat penekanan syaraf ischiadicus

3. Straight Leg Rissing Test (Laseigue’s Test)

Posisi awal : Telentang, hip adduksi dan endorotasi, knee lurus
Gerakan: 
(1) Terapis mengangkat tungkai pasien (350-700), bila pasien mengeluh nyeri pada pantat / paha belakang, 
(2) untuk lebih meyakinkan bahwa yang terprovokasi adalah syaraf ischiadicus, sedikit turunkan tungkai kemudian lakukan gerakan dorsi fleksi ankle kemudian lepaskan dan 
(3) pasien diminta mengangkat kepalanya (fleksi leher).

Intepretasi: Bila nyeri pertama terasa di pantat berarti terdapat penekanan syaraf yang sifatnya central atau karena herniasi discus

Bila nyeri pertama terasa di posterior tungkai berarti terdapat penekanan syaraf yang lebih lateral (akar syaraf/perifer)

Catatan:
SLR disertai fleksi leher disebut pula sebagai hyndman’s sign, Lidner’s sign atau Soto-Hill test
SLR disertai dorsi fleksi ankle disebit pula sebagai Bragard’s test.
Nyeri saat fleksi leher atau dorsi fleksi ankledikarenakan penguluran duramater medulla spinalis atau lesi medulla spinalis, misalnya karena HNP, tumor, meningitis. 


4Naffziger’s Test\

Posisi awal : Telentang
Gerakan: Terapis menekan vena jugularis kanan-kiri sekitar 10 detik, kemudian pasien diminta untuk batuk-batuk.

Intepretasi: Bila saat batuk terasa nyeri pada punggung bawah berarti tes positif

5. Brudzinski – Kernig Test

Posisi awal : Telentang dengan kedua tangan di belakang kepala
Gerakan: Aktif fleksi leher diikuti dengan fleksi hip (dengan knee lurus) kemudian memfleksikan lututnya.

Intepretasi: Bila saat hip di fleksikan (dengan lutut lurus) nyeri terasa kemudian saat lutut difleksikan nyeri hilang berarti tes positif.

6. Prone Knee Bending (PKB/ Nachlas) Test

Posisi awal : Tengkurap

Gerakan: Terapis memfleksikan lutut pasien sejauh mungkin (hati-hati jangan sampai terjadi gerak rotasi hip) dan menahannya pada posisi maksimal fleksi sekitar 45 – 60 detik

Intepretasi: Bila nyeri pada punggung bawah, pantat atau paha belakang berarti terjadi penekanan akar syaraf L2 atau L3

  • Pemeriksaan Fungsional
1. Oswestry Disability Index

(diterjemahkan dari Fairbank, J.C., J. Couper, J.B. Davies, and J.P. O’Brien., The Owestry Low Back Pain Disability Questionnaire. Physiotherapy Journal 66:271 – 273, 1980)

a. Seksi 1 : Intensitas nyeri
    • Saat ini saya tidak nyeri
    • Saat ini nyeri terasa sangat ringan
    • Saat ini nyeri terasa ringan
    • Saat ini nyeri terasa agak berat
    • Saat ini nyeri terasa sangat berat
    • Saat ini nyeri terasa amat sangat berat
 b. Seksi 2 : Perawatan diri (mandi, berpakaian dll)
    • Saya merawat diri secara normal tanpa disertai timbulnya nyeri
    • Saya merawat diri secara normal tetapi terasa sangat nyeri
    • Saya merawat diri secara hati-hati dan lamban karena terasa sangat nyeri
    • Saya memerlukan sedikit bantuan saat merawat diri
    • Setiap hari saya memerlukan bantuan saat merawat diri
    • Saya tidak bisa berpakaian dan mandi sendiri, hanya tiduran di bed
c. Seksi 3 : Aktifitas Mengangkat
    • Saya dapat mengangkat benda berat tanpa disertai timbulnya nyeri
    • Saya dapat mengangkat benda berat tetapi disertai timbulnya nyeri
    • Nyeri membuat saya tidak mampu mengangkat benda berat dari lantai, tetapi saya mampu mengangkat benda berat yang posisinya mudah, misalnya di atas meja.
    • Nyeri membuat saya tidak mampu mengangkat benda berat dari lantai, tetapi saya mampu mengangkat benda ringan dan sedang yang posisinya mudah, misalnya di atas meja.
    • Saya hanya dapat mengangkat benda yang sangat ringan
    • Saya tidak dapat mengangkat maupun membawa benda apapun
    • Saya mampu berjalan berapapun jaraknya tanpa disertai timbulnya nyeri
    • Saya hanya mampu berjalan tidak lebih dari 1 mil karena nyeri
    • Saya hanya mampu berjalan tidak lebih dari 1/4 mil karena nyeri
    • Saya hanya mampu berjalan tidak lebih dari 100 yard karena nyeri
    • Saya hanya mampu berjalan menggunakan alat bantu tongkat atau kruk
    • Saya hanya mampu tiduran, untuk ke toilet dengan merangkak
d. Seksi 4 : Berjalan

e. Seksi 5 : Duduk
    • Saya mampu duduk pada semua jenis kursi selama aku mau
    • Saya mampu duduk pada kursi tertentu selama aku mau
    • Saya hanya mampu duduk pada kursi tidak lebih dari 1 jam karena nyeri
    • Saya hanya mampu duduk pada kursi tidak lebih dari 1/2 jam karena nyeri
    • Saya hanya mampu duduk pada kursi tidak lebih dari 10 menit karena nyeri
    • Saya tidak mampu duduk karena nyeri
f. Seksi 6 : Berdiri
    • Saya mampu berdiri selama aku mau
    • Saya mampu berdiri selama aku mau tetapi timbul nyeri
    • Saya hanya mampu berdiri tidak lebih dari 1 jam karena nyeri
    • Saya hanya mampu berdiri tidak lebih dari 1/2 jam karena nyeri
    • Saya hanya mampu berdiri tidak lebih dari 10 menit karena nyeri
    • Saya tidak mampu berdiri karena nyeri
g. Seksi 7 : Tidur
    • Tidurku tak pernah terganggu oleh timbulnya nyeri
    • Tidurku terkadang terganggu oleh timbulnya nyeri
    • Karena nyeri tidurku tidak lebih dari 6 jam
    • Karena nyeri tidurku tidak lebih dari 4 jam
    • Karena nyeri tidurku tidak lebih dari 2 jam
    • Saya tidak bisa tidur karena nyeri
h. Seksi 8 : Aktifitas Seksual (bila memungkinkan)
    • Aktifitas seksualku berjalan normal tanpa disertai timbulnya nyeri
    • Aktifitas seksualku berjalan normal tetapi disertai timbulnya nyeri
    • Aktifitas seksualku berjalan hampir normal tetapi sangat nyeri
    • Aktifitas seksualku sangat terhambat oleh adanya nyeri
    • Aktifitas seksualku hampir tak pernah karena adanya nyeri
    • Aktifitas seksualku tidak pernah bisa terlaksana karena nyeri
i. Seksi 9 : Kehidupan Sosial
    • Kehidupan sosialku berlangsung normal tanpa gangguan nyeri
    • Kehidupan sosialku berlangsung normal tetapi ada peningkatan derajat nyeri
    • Kehidupan sosialku yang aku sukai misalnya olahraga tidak begitu terganggu adanya nyeri
    • Nyeri menghambat kehidupan sosialku sehingga aku jarang keluar rumah
    • Nyeri membuat kehidupan sosialku hanya berlangsung di rumah saja
    • Saya tidak mempunyai kehidupan sosial karena nyeri
j. Seksi 10 : Bepergian / Melakukan Perjalanan
    • Saya bisa melakukan perjalanan ke semua tempat tanpa adanya nyeri
    • Saya bisa melakukan perjalanan ke semua tempat tetapi timbul nyeri
    • Nyeri memang mengganggu tetapi saya bisa melakukan perjalanan lebih dari 2 jam
    • Nyeri menghambatku sehingga saya hanya bisa melakukan perjalanan kurang dari 1 jam
    • Nyeri menghambatku sehingga saya hanya bisa melakukan perjalanan pendek kurang dari 30 menit
    • Nyeri menghambatku untuk melakukan perjalanan kecuali hanya berobat

SUMBER:
Borenstein, D.G., S.W. Wiesel, and S.D. Boden., 1995, Low Back Pain: Medical Diagnosis and Comprehensive Management, W.B. Saunders Co., Philadelphia.
Fairbank, J.C., J. Couper, J.B. Davies, and J.P. O’Brien., 1980, The Owestry Low Back Pain Disability Questionnaire. Physiotherapy Journal 66:271 – 273.
http://fisiohealth.wordpress.com
Hall, H., 1992, A Simple approach to Back Pain Management, Patient Care 15:77–91. 
Magge, D.J., 2000, Orthopedic Physical Assessment, Edisi 4, W.B. Saunders Co., Philadelphia.
Nachemson, A. and C. Elfstrom, 1970. Intravital Dynamic Pressure Measurements in Lumbar Disc., Scandinavian Journal Rehabilitation Medicine (Suppl. 1):5-40.
Russe, A.O. and Gerhardt, J.J., 1975, ISOM International SFTR Method of Measuring and Recording Joint Motion, Hans Huber Publisher, Stuttgart.
Waddel, G., 1993, The Back Pain Revolution, Churchill Livingstone, New York.
Wallace, L.A., 1986, Lower Quarter Pain: Mechanical Evaluation and Treatment, dalam Grieve, G.P., Modern Manual therapy of The Vertebrae Collumn, Churchill Livingstone, Edinburgh.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

VISITOR

free counters